Minggu, 26 Juli 2009

Lulus dengan Jujur

Beberapa hari belakangan ini saya melakukan survey sederhana dengan siswa kelas XII di SMA saya. Pada pertemuan pertama pelajaran Bahasa Inggris dan Conversation saya minta mereka menulis semua keinginannya dalam waktu 1 sampai 5 tahun mendatang. Cukup menarik, untuk menulis keinginan sendiri terdapat beberapa siswa berpikir keras. Hal tersebut dapat terlihat pada menit awal mereka masih berpikir akan menulis apa. Ada siswa dalam menit ketiga sudah menulis sekitar lima baris tentang keinginannya. Pada saat yang bersamaan ada yang masih satu baris, bahkan ada yang belum menulis. Setelah lima menit saya minta mereka berhenti menulis.

Setelah menulis saya lanjutkan bertanya kepada mereka apakah ada yang bersedia membaca dengan keras tentang keinginannnya. Sehingga mungkin dapat menginspirasi temannya. Dari lima kelas yang saya masuki, satu kelasnya sekitar 40 siswa, tidak lebih dari lima siswa yang mengangkat tangan dan bersedia membaca. Akhirnya beberapa siswa lainnya saya tunjuk. Setelah siswa membaca tulisannya, saya berikan sedikit gambaran dan cerita tentang apa yang dibaca sehingga apa yang dia baca sesungguhnya sesuatu yang dapat memberikan inspirasi.

Dari sekitar 200 siswa kelas XII 95% punya keinginan secara tertulis ingin lulus. Setelah tahu banyak yang menulis kata lulus saya mengajukan pertanyaan secara lisan kepada mereka.
"Anak-anak, siapa yang menulis kata lulus dalam tulisannya?" Hampir semua siswa mengangkat tangan.
"Lalu saya bertanya lagi, siapa yang menghubungkan kata lulus dengan nilai baik atau memuaskan?" Agak berkurang yang mengangkat tangan, akan tetapi masih banyak.
Yang menarik ketika pertanyaan saya lanjutkan, "Siapa yang menulis kata lulus dihubungkan dengan kata 'jujur'?"
Dari sekitar 200 siswa kelas XII tidak ada yang menulisnya. Tapi tetap saya lanjutkan bertanya.
"Okelah, sekarang siapa yang ingin lulus dengan jujur?"
Dari lima kelas saya kasih pertanyaan terakhir ini, hanya satu kelas yang hanya sekitar dua siswa dari 40 siswa tidak angkat tangan. Berarti mayoritas ingin lulus dengan jujur. Lalu kelas satunya hanya 4 siswa yang mau angkat tangan. Sisanya 100% siswa tidak mau lulus dengan jujur.

Saya tanya dengan sederhana, "Kenapa tidak mau jujur?"
Mereka menjawab, "Takut tidak lulus."

Ya, suatu jawaban polos dari generasi masa depan yang takut mengahapi kegagalan. Padahal di antara mereka ada yang punya cita-cita menjadi guru, dosen, polisi, pilot, angakatan laut, dokter, bidan perawat dan pekerjaan mulia lainnya. Dua belas tahun yang lalu (1997) saya juga duduk di bangku kelas 3 seperti mereka sekarang, waktu itu tidak ada kepikiran untuk tidak jujur ketika UNAS, sekarang saya sudah berdiri di depan kelas sebagai seorang guru Bahasa Inggris. Sekarang mereka memang hanya siswa kelas XII di suatu SMA, coba bayangkan 12 atau 15 tahun lagi ketika generasi yang tidak mau jujur sudah mencapai cita-citanya. Semoga Allah menyelamatkan kita dan keturunan kita dari perilaku tidak jujur.

1 komentar: